Kisah nyata sex bersama

Asmara 3 Generasi ( Episode 1 ) Yadi Permana namaku, saat ini usiaku 24 tahun profesi keseharianku pedagang gorengan seperti kue onde-onde, cakwe, danasturi dan kue bantal manggkal di depan salah satu minimarket kota kecamatanku. Banyak yang tak percaya jika aku yang memiliki ciri fisik seperti keturunan thionghoa ini adalah orang sunda asli karena aku terlahir dari keluarga keturunana jawa barat baik bapak maupun ibuku yang sederhana hidup dikampung jauh dari keramaian kota. Aku hanya menjadi pedagang gorengan karena tidak memiliki ijazah yang tinggi aku hanya lulusan SMP dan memilih kerja serabutan di jakarta sebelum pada akhirnya memutuskan untuk berdikari usaha jualan gorengan dengan dibantu atau ditemani saudaraku yang sudah yatim piatu, Lukman. Alhamdulillah walau belum setahun aku menggeluti usaha ini tetapi pelangganku sudah relatif banyak dari semua kalangan mulai anak-anak, karayawan kantoran, para guru bahkan orang-orang dari kalangan berada yang entah mereka kerjaannya apa, mungkin karena rasa kueku yang sedikit berbeda lebih enak dibanding dengan pedagang lainnya yang ada disekitar situ karena aku tidak menggunakan barang bahan yang tidak baik untuk kue-kue itu atau mungkin bisa juga karena pelayanan kami yang ramah sehingga dari waktu ke waktu pelanggan kami makin banyak. Kami buka lapak biasanya jam sembilan setiap harinya kalau tutupnya tidak jelas tapi rata-rata jam 9 malam kami sudah ada dikontrakan. Namanya jualan terkadang rame kadang juga sepi dan saat sepi biasanya aku dan Lukman ditemani beberapa pedagang lain yang mangkal disekitar situ dan tukang parkir memanfaatkan waktu dengan ngobrol ngalor ngidul tentang apa saja sebagai bentuk sosialisasi dan keakraban kami yang kebanyakan perantau. Siang itu Aku, Lukman dan mang Ohim tukang parkir ngobrol bertiga sambil menikmati secangkir kopi rame-rame tiba-tiba sebuah mobil sedan parkir tepat didepan gerobak kami, tak lama keluar seorang Ibu muda yang sudah sangat familiar karena dia langgananku tetapi biasanya dia tidak membawa mobil itu. Kami sudah sangat akrab dengan ibu muda ini dan hapal dengan mobilnya yang biasa dia pakai tetapi sampai saat ini kami belum tahu nama wanita super cantik, bahenol, ramah yang berusia kira-kira 30 tahun ini. Aku sumringah menyambut wanita yang dari penampilannya sepertinya dari golongan kaya raya ini karena aku tahu beliau pasti memborong kueku minimal 20 atau 30 buah, dengan sikap hormat dan sopan aku menyambut Ibu yang selalu tersenyum manis saat mendekati gerobak kami. “Eh Ibu, bagaimana kabarnya bu” Sapaku sopan “Alhamdulillah baik! Biasa ya mang 30 aja macam-macam ya“ Katanya dengan penuh kelembutan dan dengan semangat membara serta hati riang gembira aku segera mengambil bungkus kertas dan memasukan kue-kue jualanku ke dalamnya. “Tmben masih banyak, biasanya jam segini sudah tinggal sisa-sisanya” Si Ibu seolah heran sambil memperhatikanku yang sedang memasukan kue-kue pesannya “Iya bu, maklum tadi sore hujan besar “ Lukman membantu menjawab keheranan pelanggan setia kami ini. “Oh gitu, Ya udah atuh 50 aja sekalian ya “ Katanya sambil tersenyum dan sontak saja aku dan Lukman saling bertatapan kegirangan. Lukmanpun dengan sigap mebantuku memasukan 20 kue-kue dalam kantong kertas berbeda. Setelah semua selesai dan kurapikan dalam 4 plastik kresek Lukman segera mengantarkan ke mobil diserahkan pada sopirnya yang tidak ikut turun dan si Ibupun menyodorkan selembar uang warna merah yang segera segera aku terima lalu membuka laci untuk mengambil kembaliannya. “Ga usah dikembalian mang ambil saja buat berdua” Katanya sambil tersenyum. “Aduh terima kasih bu, apa tidak salah?” Aku menimpali ucapan si Ibu itu. “Oh Iya mas bisa minta nomor hpnya gak? biar memudahkan kalau saya lagi malas keluar terus dirumah ada tamu, kan bisa pesan dan dianterin ke rumah, deket ko rumah saya didaerah sini juga“ Ibu itu makin manis tersenyum dan dengan sangat bangga aku menyebutkan deretan nomor hpku dan akhirnya di hpku ada kontak bernama IBU AIDA dan sejak saat itu aku dan Ibu Aida sering sms-an baik saat pesan kue atau sekedar sms basa basi, percaya diriku mulai tumbuh ternyata Yadi yang hanya pedagang gorengan pinggir jalan bisa sms-an dengan wanita cantik yang turun naik mobil bahkan kami sudah seperti sahabat yang akrab dan kenal lama mungkin karena Bu Aida itu wanita yang sangat ramah tidak memandang sebelah mata profesiku. Sejak bertukar nomor hp bu Aida tidak pernah lagi datang ke lapakku dia lebih sering pesan via sms dan dengan hati aku antarkan ke rumahnya dan sudah pasti uang 50-100 ribu jadi milik kami. Aku semakin kagum dan hormat pada bu Aida dan Pak Rudi suaminya karena keluarga kaya ini sangat harmonis saling menghormati, ramah dan wellcome pada siapa saja termasuk aku saat mengantarkan kue ke rumahnya. Bu Aida sering kali memesan kue itu pada saat malam hari sesaat sebelum kami tutup sehingga dia memborong berapapun kueku yang masih tersisa sekedar buat menemani mereka menikmati secangkir kopi dan akupun sudah lebih dari tiga kali berkesempatan menikmati secangkir kopi saat mengantarkan pesanan keluarga kaya ini walaupun awalnya sangat canggung dan ragu tetapi akhirnya aku mulai akrab dengan mereka. Pak Rudi yang bekerja sebagai pejabat salah satu instansi pemerintah, berusia 42 tahun dan sangat-sangat cerdas serta pandai dalam berkomunikasi, berwawasan luas, secara dia juga akan mencalonkan diri sebagai Anggota DPRD pada dua tahun yang akan datang. Berbincang dengan orang yang luas wawasan tak pernah membosankan, walaupun kita lebih sering sebagai endengar saja tetapi segala yang keluar dari ucapannya sangat bermanfaat. Berkali kali aku menatap wajahku di kaca cermin yang tertempel didinding kamar kontrakan, ku perhatikan wajahku lekat lekat karena ada rasa menggelitik setiap kali menerima sms dari bu Aida yang memuji-muji tampangku katanya oriental dan ganteng. Mataku yang sedikit sipit dan kulit lebih putih dari Lukman memang sering disangka sebagai keturunan cina, tetapi aku sekali lagi Aku Sunda Tulen bahkan seluruh keturunannku dari kakek dan nenek tidak ada yang berdarah cina atau darah campuran. Bodyku yang sedikit kurus malah disebut-sebut sebagai body slimfit, seksi dan proporsional, hmmm berlebihan. Terkadang aneh saat kita menilai sesuatu adalah kekurangan pada diri sendiri ternyata malah orang lain menilai itu sebuah kelebihan yang ada dalam diri kita. Aku yang terlahir sebagai anak kampung merasa sedikit beruntung karena diantara semua teman-teman sebayaku aku terlihat agak sedikit berbeda, lebih putih, oriental dengan rambut hitam lurus menjadikan tampangku sedikit diatas bila dibandingkan dengan semua teman sebayaku dikampungku dan mereka memmanggilku “akew”, panggilan yang seperti menghinakan namun lama-lama jadi terbiasa dan nyaman dengan sebutan itu. Terkadang tetangga sering mengatakan aku adalah anak angkat keluargaku karena tak ada satupun dari angoota keluarga besarku yang wajahnya mendekati aku. Omongan itu saat kecil dulu sangat mengganggu bahkan tak jarang aku berantem dengan teman-temankku hanya karena hal sepele itu tetapi setelah dewasa dan aku yakin sejuta persen bahwa aku adalah anak lelaki satu-satunya dari 4 bersaudara dalam keluargaku, malah sedikit bangga dengan penampilanku yang ganteng dari lahir ini dan saat usiaku mendekati remaja kelas 2 SMP gadis dan perawan maupun janda-janda muda dikampungku jangan ditanya lagi semua bersikap baik dan ramah terhadapku dengan harapan mendapat sedikit kesempatan untuk menjadi salah seorang teman dekatku atau mungkin jadi pacarku, tetapi aku hanya dekat saja dengan mereka tidak ada yang special dan kebetulan aku juga diajarkan segala kesopanan, keramahan dan menghormati sesama dari Ibuku yang sangat sederhana dan pendiam. Kurang lebih sebulan perkenalanku dengan keluarga bu Aida dan Pak Rudi ini telah merubah segala stigmaku bahwa orang kaya pasti sombong berbalik 180 derajat bahkan aku pedagang gorengan kaki lima yang biasanya dipandang sebelah mata itu saat berbincang-bincang bertiga dengan Ibu dan bapak sangat merasa tersanjung karena mereka tak sedikitpun merendahkan profesiku terutama Pak Rudi senantiasa mensuport dan memberikan keyakinan bahwa profesi apapaun sangatlah mulia bila dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Sebulan mengenal keluarga ini ternyata telah banyak meruba cara pandang dan pemikirnaku tentang hidup diriku sendiri aku lebih percaya diri dan bersyukur dengan segala anugrah yang aku dapatkan saat ini namun ada yang aneh dalam diriku mengapa setiap kali berpandangan mata dengan Bu Aida ada getar-getar yang berbeda dalam hatiku, aku begitu mengagumi dan menyukai wanita cantik nan ramah ini. Sering kali aku tak kuasa membalas tatapannya dan hanya tertunduk grogi, takut dan malu pada Pak Rudi bagaimana kalau dia mencurigai suasana hatiku yang bergemuruh setiap kali ngobrol dengan istrinya, wah bisa-bisa aku ditendangnya karena dianggap manusia yang tidak tahu diri, sudah dikasih jantung minta hati lagi dan mudah-mudahan saja bu Aida atau Pak Rudi tidak mencurigai dengan perasaan hatiku ini, Amin. Mungkin bu Aida tidak tahu setiap senin pekan ke dua dan ke empat aku libur karena saat itu dia sms memesan kue gorenganku dan demi kepuasan pelanggan akupun mendatangi temanku yang berjualan sekitar 5 km dari tempatku. Aku membelikan pesanan bu Aida dari temanku itu dan mengantarkannya ke rumah bu Aida, walau cukup lama karena aku meminta kue-kue yang hangat sehingga menunggu dulu dia menggoreng. “Wah lagi rame ya, ko tumben lama sekali “ Bu Aida menyambut kedatanganku “Hehe, Maaf bu sebenarnya Yadi sedang, ini gorengan dari tempat teman yang kebetulan hari ini berjualan mudah-mudahan rasanya tidak mengecewakan ibu” Aku menjelaskan tentang keterlambatanku “Aduh Yadi kenapa repot-repot ! padahal kalau tadi bilang lagi libur, pasti ibu batalkan” Bu Aida menyesal mungkin merasa tidak enak hati “Gapapa bu, demi pelanggan setia apa sih yang gak” Aku menjawab dengan senyuman penuh hormat. “Iya sih tapi kan Yadi jadi repot dan istirahatnya terganggu “ Katanya sambil menerima bungkusan yang aku sodorkan. “Duduk dulu Yad, sebentar ibu bikin kopi dulu ya” Katanya sambil tersenyum dan berlalu dari hadapanku masuk ke rumahnya dan akupun duduk di kursi teras yang empuk. Cukup lama juga bu Aida menyiapkan minuman buat kami dan selang beberapa menit Bu Aidapun keluar dari rumahnya dengan membawa dua cangkir kopi dan sepiring gorengan yang yang tadi aku bawa. Setelah menyimpan bawaanya diatas meja, bu yang sudah berganti pakaian duduk manis di depanku dan aku benar-benar terkesima melihat tampilan Bu Aida yang sangat segar dan kecantikannya 123% meningkat. Selama ini aku melihat dia berhijab walau tidak terlalu tertutup namun malam ini dia hanya memakai rok panjang dan kaos tangan pendek casual nampak sekali Bu Aida 10 tahun lebih muda dari biasanya, dalam mata terbelalak dan jantung berdebar kencang aku mencoba menetralisir keadaan “Bapak kemana bu?” tanyaku sedikit grogi dan heran karena biasanya Pak Rudi selalu menemani kami saat ngobrol begini. “Bapak ada pelatihan di bandung sudah dua hari yang lalu katanya sih malam ini pulang tapi ibu sih ragu, soalnya terkadang dia malas kalau pulang terlalu larut, kemungkinan dia nginep lagi di bandung, pulang subuh dan langsung ke Kantor besok tidak pulang dulu ke rumah “ Bu Aida menjelaskan panjang lebar. “Oh Maaf bu, kalau begitu saya permisi saja ya, gak enak bu takut ada fitnah diantara kita “ Aku setengah berdiri hendak berpamitan “Ih tenang aja Yad, sudah nikmati saja dulu kopinya, tenang aman ko gak bakal ada yang curiga, dan tidak akan ada fitnah diantara kita hehehe, lagian siapa yang akan main-main kemari hihihi “ Bu Aida malah bersikap ramah. Memang sih rumah itu sangat privacy, pagar tembok yang tinggi serta halaman luas yang dipenuhi banyak pohon rimbun serta pertamanan yang indah sangat tidak mungkin ada orang yang melihat kami berdua dari luar. Dari seringnya kami bercerita ngobrol-ngobrol bertiga aku tahu bahwa keseharian di rumah ini relatif sepi karena tidak ada pembantu dengan alasan tak banyak yang diurus, urusan masak bu Aida ahlinya karena hobinya memang memasak, semntara untuk cuci pakaian sepenuhnya diserahkan pada laundry, beres-beres rumah bu Aida lebih percaya pada dirinya sendiri yang menata dan mengerjakan termasuk mengepel, kecuali ada hal-hal yang terlalu berat maka bu Aida akan memanggil mang sarpin tukang kebunnya yang datang pagi dan pulang setiap sore. Jelas rumah ini sangat sepi kecuali jika datang tamu-tamu mereka barulah rumah itu sedikit berisik dan rame. Lama lama obrolan kami mulai mencair ngalor ngidul nyaris tak ada jarak lagi diantara kami, secangkir kopi sudah habis dan gorengan yang tersajipun mulai berkurang dari piringnya. Kearaban kami sudah semakin intim dan dikit melewati batas karena kini aku dan bu Aida sudah duduk berdampingan di kursi panjang yang sebelumnya kami duduk berhadapan terhalang meja. Semua pertanyaan dari Bu Aida aku jawab dengan lancar dan antusias dari mulai pertanyaan tentang silsilah keluarga, asal muasal, pacara dan pertanyaan-pertanyaan yang sedikit nyerempet urusan pribadi. Bu Aidapun dengan mata berbinar-binar menanggapi semua jawabnku dan entah siapa pula yang mengawali dan berlaku kurang ajar ternyata tangan kamipun sudah mulai berpegangan. Obrolan kami makin seru, hangat dan mendebarkan apalagi saat bu Aida mulai membahas tentang hal yang paling pribadi dalam keluarganya yaitu “urusan ranjang”. Sejujurnya aku mulai terserang rasa grogi, gerah campur horny kala bu Aida bercerita dan terbuka tenang urusan ranjangnya dengan pak Rudi yang katanya sedikit bermasalah dan tak ayal lagi ade kecilku mulai menggeliat dibalik celana bahan yang sedikit ketat. Dengan sedikit pura-pura dan malu aku berusaha beberapa kali membetulkan posisi si jagur yang makin lama makin mengeras. “Kenapa dengan celananya? kekecilan ya?” Bu Aida bertanya sambil tersenyum penuh arti melihat tanganku yang berusaha membetulkan selangkanganku “Iya Bu...” Jawabku sedikit grogi dan malu. Terkejut dan panas sekujur tubuhku ketika tangan lentik nan putih milik Bu Aida menyentuh dan membantu membetulkan selangkanku. Aku seperti terpaku diatas kursi nyaris tak bisa bergerak, bahkan saat tangan bu Aida menarik tanganku sambil berdiri dan berjalan masuk ke rumahnya aku sama sekali tak menolak, Akupun sudah kehilangan akal sehat saat bu Aida menarik tanganku terus hingga masuk ke sebuah kamar besar yang elegan dan mewah. Kamar pribadi bu Aida dan Pak Rudi yang harum dan sejuk dengan ac pendingin. Aku hanya bengong tak percaya, kikuk dan berkeringat dingin antara sadar dan mimpi aku berada disebuah kamar berdua dengan seorang wanita yang selama ini aku kagumi dan aku hormati bahkan dalam seumur hidupku belum pernah tidur atau masuk kamar sebesar dan semewah ini. Keringat dingin mulai membasahi keningku pikiranku berkecamuk takut, malu, mau dan penasaran yang berujung kepasrahan apapun yang terjadi aku siap menerimanya. Bu Aida menyuruhku untuk duduk disofa dalam kamarnya itu lalu dia menuju sebuah ruangan yang hanya ditutupi tirai tipis nyaris tembus pandang. Mataku kemabli melotot melihat tubuh dan lekuk tubuhnya dalam siluet saat berganti pakaian dan sepertinya bu Aida seperti sengaja memperlambat acara ganti bajunya sehingga bayangan tubuhnya yang hitam seolah mempermainkan segala khayalku pada tingkat hayalan yang nirwana. Aku tak berdaya dan keringat dingin semakin mengucur dari sekujur tubuhku. Mataku tak pernah bisa lepas dari kamar semi transfaran itu apalagi saat bu Aida keluar dengan pakaian yang sangat seksi entah apa nama baju tidur itu, transfaran, ketat menempel ditubuhnya yang aduhai persis pakaian-pakaian tidur yang dipakai oleh artis-artis film porno yang pernah kutonton di hpku. Suasana kamar kurasa semakin mencekam, gerah dan mendebarkan apalagi saat bu Aida mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu tidur yang bertengger di dinding samping kanan tempat tidurnya yang temaram. Bu Aida duduk disebelahku dan sepertinya tak terganggu sama sekali dengan suasana mencekam yang kurasakan itu dia malah santai memelukku yang sudah kalang kabut antara horny dan takut. Bu Aida tentu sangat merasakan ketegangan jiwaku dan dengan santai dia melepaskan pelukannya lalu mengajakku ngobrol kembali dengan santai. “Kenapa dengan dede-nya yad?” Bu Aida berbisik lirih saat melihat aku terus-terusan membentulkan selangkangan yang terasa sakit. “Gak tahu bu, anu saya jadi sakit “ Aku semakin grogi “Ya udah buka saja, pakai celana dalam atau kolor kan?” Bu Aida makin menggoda. “Iya gpp bu, sudah begini saja gpp, sebentar lagi juga normal ko “ Kataku semakin aneh. Mataku semakin nanar melihat kecantikan Bu Aida dengan rambutnya yang ditarik kebelkang dan dikepang dalam balutan baju tidur yang seksi, jantungku semakin degdegan dan tak menentu bahkan kamar ber-ac itu kini kuraskana sangat panas membara membakar seluruh kulitku bahkan wajahku mungkin terlihat memerah karena seperti biasanya saat aku kegerahan. Bu Aida sepertinya mengerti dan iba melihatku yang setengah kesambet tak berkutik lalu dia berdiri dan berjalan keluar kamar, aku masih melongo dan jantungku masih degdegan saat bu Aida masuk kembali dengan membawa dua minuman kaleng dingin. Dia menyerahkan padaku tanpa sepatah katapun lalu duduk disampingku setelah aku menerima minuman kaleng itu. Bu Kami membuka dan meminum minuman kaleng yang dingin menyegarkan itu dan ternyata sangat mujarab menurunkan tensi dan gelora darahku. Kembali bu Aida membuka obrolannya “Yad, sudah pernah pacaran atau.... “ Bu Aida seperti ragu menatapku tajam “udah bu dulu tapi sekarang sudah putus, maklum kami beda ekonomi, dia anak orang kaya sedangkan yadi orang miskin “ Aku menjawab dengan mata yang tak pernah lepas dari belahan dada bu Aida yang menyembul terbungkus behanya yang ketat dalam balutan baju tidur warna hitam brukat. “Pernah melaukan hubungan suami istri?” Bu Aida makin berani “Be..be belum pernah bu “ Suaraku seperti Ajis gagap karena Bu Aida bertanya sambil tangannya mengusap pipi dan daguku, jantungku makin degdegan dan darahku kembali bergelora berdesir panas. “Yang bener...” Jawab Aida semakin mendekatkan wajahnya ke telingaku dan teeeeerrrrrr jantungku seperti keluar dari dalam dadaku lalu entah bagaimana akupun menolehkan wajah menatap matanya yang sayu dan bibirnya tersenyum manis tepat dihadapanaku yang berharak tidak lebih dua centimeter. Kami saling bertatapan tetapi aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, Bu Aida memejamkan matanya dan aku semakin asik memandang wajahnya yang cantik, nafas dari hidungnya terasa panas menerpa wajahku dan harum semerbak dari tubuhnya membangkitkan gelora kelakianku. Akhirnya Bu Aida menyandarkan kepalanya dipundakku dan aku masih kebingungan harus berbuat apa sementara kemaluanku semakin sakit kurasakan. Aku biarkan Bu Aida menyandarkan kepalanya di pundak kanaku dan tangannya kuremas lembut dan entah keberanian darimana datangnya tiba-tiba aku sanggup melingkarkan tangan kananku dibelakang pinggannya. Aku memeluk tubuhnya yang sintal, wangi dan gempal menggairahkan, leher dan rambutnya menyebarkan aroma hangat dihidungku hingga membakar darah kelakianku sampai mendidih diubun-ubun. Tangan kami semakin hangat saling meremas lalu bu Aida berdiri sambil menarik tanganku untuk berdiri berhadapan. Walau dalam kekakuan yang belum sepenuhnya menghilang dan degup jantungku yang makin menjadi-jadi tetapi kedua tanganku mulai berani memeluk tubuh Bu Aida dalam posisi berdiri dan tubuhku Bu Aida yang sepertinya 5cm dibawahku sehingga dengan manja Bu Aida yang wajahnya sudah memerah serta nafasnya tersengal mentapku tengadah, aku menatap matanya yang nanar dan semakin erat ku peluk tubuhnya tak sadar mulut kami saling menempel dan berciuman..hangat..panas menggelora Tubuhku makin bergetar menggigil menahan gelora hati yang bergemuruh saat mulut, bibir dan lidah kami bermain saling merasakan panasnya birahi. Bu Aida semakin nakal dan dengan sentuhan lembut dia mempreteli satu persatu pakaian yang menempel ditubuhku aku benar-benar telanjang bulat dan tangankupun seperti terbimbing untuk mengikuti apa yang dilakukan bu Aida dan baju tidur bu Aidapun aku pelorotkan hanya yang tersisa bh dan g-sting cantik berenda di dada dan selangkanganya. Sungguh keindahan yang tiada tara nafsuku sudah diawang-awang dan naluri kelakianku sudah melemparkan rasa canggung, gerori dan takut yang tadi sempat menghantuiku kini telah hilang lenyap terbakar syahwat yang menyala-nyala. Dengan penuh nafsu kujilati sekujur tubuh Bu Aida yang semakin lama semakin mendesar dan bertingkah ta karuan bahkan sepertinya gelora jilatan dan sentuhan sentuhan tanganku membuat bu Aida goyah dalam berdiri, kepalanya mulai bergeleng kekiri ke kanan ke depan dan ke belakang tak beraturan. Mulut kami terus berciuman dalam tubuh rapat yang makin memanas, tangan kami makin erat saling memeluk tubuh masing-masing. Puas berciuman, aku melanjutkan sasarannya pda kedua payudaranya setlah bh kecil ketat itu aku singkirkan sedikit maka kedua putingnya yang besar merah kecoklatan langsung kuhisap dengan lembut dan bergairah seluruh bundaran buah dadanya tak luput dari jilatatanku dan dengan kedua tangaku aku menarik bhnya hingga terlepas dari tubuhnya kini susunya yang mengkilat terkena sinar lampu kamar yang remang-remang nampak tergantung bebas dan menantangku untuk terus mengisapnya. Bu Aida merintih dan melenguh menahan gelora nikmat dan tangannya memeluk erat kepalaku sementara tangan kirinya semakin erat meremas-remas pentunganku yang sudah panas mengeras. Bu Aida tak henti-hentinya mendesah dan merintih memanggil mesra namaku membuat aku semakin mabuk kepayang dan berani melumat seluruh dadanya hingga turun ke perut dengan perlahan-lahan akupun berjongkok tepat didepannya. Bu Aida berdiri dan kepalanya semakin tengadah keatas saat saat bibir dan lidahku mulai mendekati area vaginanya. “Yadiiiiiii aaaaacccchhhs sayangsss“ Suara Bu Aida diantara desahannya. Aku semakin bersemengat untuk memberikan segudang kenikmatan dan kepuasan pada wanita yang paling aku idam-idamkan ini. Aku tersenyum mesum sambil menatap ke arah wajahnya yang tertunduk melihatku sebelum mulutku mencium permukaan lubang vaginamya yang masih tertutup g-string menantang. Ini memang pengalaman pertamaku tetapi naluriku yang sudah terbakar film-film porno menuntun lidahku untuk menari-nari dan menjilati G-stringnya hingga basah. Bu Aida lembut dan mesra membelai-belai rambutku sambil sesekali melihat wajahku yang kenikmatan diselangkangannya setelah puas menjilati g-stringnya aku tarik sedikit ujung celananya dan kusibakan hingga vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu hitam lembut nampak semakin menggoda. Bu Aida mengangkat kakinya sebelah ke atas sofa hingga kini lobang vaginanya semakin nyata dan sedikit terbuka membuat lidahku tak mampu berlama-lama membiarkan lobang indah itu nganggur. Lobang Vagina yang seksi dan harum itu kini telah menempel dengan mulutku dan jilatanan lidahku membuat Bu Aida seperti terkena setrum ribuan watt tubuh dan pinggulnya mulai menghnetak hentak, tangan kirinya meremas dan memegangi rambutku serta mendorongnya seolah meminta kepalaku untuk masuk keselngkangannya dan tanga kanannya dengan sangat lembut meremas-remas kedua buah dadanya bergantian. Saat lidahku menjilati klitoris dengan lembut “Ooooooh Yadiiiiiiiii ouuuuh nikmat sayang,,, “ suaranya meracau dalam nafasnya yang semakin tersengal. Aku semakin bersemangat dan kini aku telah duduk bersila diatas karpet dan mulutku semakin liar menyedot, menjilat dan mengigit manja itil indah nikmat itu dan bu Aida semakin semakin oleng. “Sayangsssss..... oooooooh sayang sayang sayangggggggssss“ semakin sering Bu Aida menceracau dan mendesah kedua tangannya makin keras mencengkream kepalaku dan membenamkannya dalam selangkangan yang putih montok. Suara dari mulutku seperti anak yang sedang makan eskrim dengan lahapnya, dan aku semakin keranjingan hingga tiba tiba tubuh Bu Aida mengejang dengan hebatnya dan desahan semakin keras terdengar. Aku tak peduli bahkan lidahku semakin dalam masuk ke lubang vaginanya dan kedua tanganku makin kencang memegangi kedua bokongnya dan.. “Yadiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii oooooooooooooooooooohhhhsssss “ seperti melolong bu Aida yang berdiri dengan tengadah dan merintih lalu tubuhnya melengking kedepan kebelakan dan tiba-tiba vaginanya menyemburkan cairan hangat kental terasa gurih dilidahku aku semakin kerasukan seperti mendapat vitamin baru seluruh cairan nikmat itu aku telan hingga tak tersisa bahkan seluruh bibir vaginanya aku jilatin termasuk bulu-bulunya, aku masih ingin menikmati cairan gurih nikmat yang baru seumur hidupku aku rasakan ini. Nikmat tiada terkira dan ingin aku mendapkannya lagi. Tubuh Bu Aida yang tadi berguncang hebat lambat laun mulai tenang dan melemah. Bu Aida melepaskan cengkram dikepalaku dan dengan sedikit terhuyung Bu Aida berjalan menuju tempat tidur menjatuhkan tubuhnya yang super seksi dalam posisi telentang. Aku sedikit bengong dalam duduk lalu berdiri dan tersenyum lalau berjalan dalam keadaan telanjang bulat sekujur tubuhku panas membara serta rudalku berdiri kencang mendekati Bu Aida yang sudah pasrah berkeringat dalam kilauwan sinar temaran. Nampaknya Ac kamar itu seperti sudah dimatikan karena udara kurasakan sangat panas membakar. Aku naik ke atas ranjang dan membentangkan kedua kaki bu Aida yang pasrah sudah siap untuk kusetubuhi dan kugoncang dengan kemaluanku yang telah tegang dan maksimal besarnya, keras berotot dan panjang. Aku bersiap memasukkan kontolku ke lubang vaginanya tetapi bu Aida malah bangun dari tidurannya dan menahan tubuhku seolah menolak untuk disetubuhi ”Tunggu sayang, kita lanjutkan pada epiosde selanjutnya ya “ Katanya seolah menantangku untuk berontak “Aaaaaaaaaaaaaaaaaggggggh “ Kataku sedikit kesal BERSAMBUNG Mohon Kritik dan Saran ini CERITA BARU Versi REVISI

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah nyata sex bersama"

Posting Komentar